
Reportase – Labuha menjadi panggung luka. Apa yang dimulai dengan suara lantang mahasiswa dan pemuda untuk menuntut keadilan, berakhir dalam kepungan asap gas air mata dan dentuman sepatu pasukan tambahan Brimob, Selasa 2/09/2025.
Aspirasi yang seharusnya dijawab dengan dialog justru dibungkam dengan pentungan. Jalanan dipenuhi jeritan, tangisan, dan tubuh-tubuh muda yang terkapar. Mata yang perih, napas yang sesak, dan darah yang mengalir menjadi saksi bisu bagaimana suara rakyat dibalas dengan kekerasan.
Menurut kesaksian korban, sesaat setelah pasukan tambahan Brimob diterjunkan, terdengar seruan dari aparat: “Pukul kase mampos!” Kalimat kasar itu menyalakan api kemarahan, seolah menegaskan bahwa yang berhadapan dengan mahasiswa bukanlah pengayom, melainkan tangan besi yang tak segan menindas.
Beberapa korban tumbang di tengah jalan, sebagian dievakuasi dalam keadaan terluka ke RSUD Marabose. Namun jumlah pasti korban masih samar, tertutup asap gas air mata dan suasana mencekam yang membekas hingga malam.
Massa aksi bersuara tegas: pelaku kekerasan harus ditindak, dan Kapolres Halmahera Selatan harus dicopot karena dianggap gagal mengendalikan pasukannya.
Kini, meski aparat menyebut situasi terkendali, yang tertinggal di jalanan Labuha hanyalah luka, trauma, dan rasa tidak percaya. Peristiwa ini meninggalkan pertanyaan pahit: berapa lama lagi mahasiswa dan rakyat kecil harus membayar mahal hanya karena berani bersuara?
Redaksi

.png)
.png)