
REPORTASE.id – Persoalan pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuha, Kabupaten Halmahera Selatan (Hal-Sel), kembali mencuat setelah ditemukannya tumpukan sampah yang diduga bercampur dengan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di area belakang rumah sakit. Limbah yang seharusnya dikelola dengan standar ketat justru terlihat ditimbun sembarangan bahkan dibakar tanpa prosedur operasional standar (SOP) resmi.
Pantauan wartawan pada Jumat (5/9/2025) memperlihatkan pemandangan memprihatinkan. Berbagai jenis sampah seperti kantong plastik, kardus, sisa makanan, hingga limbah medis berupa jarum suntik, botol obat, dan kantong infus, bercampur dalam satu area. Sampah-sampah itu tidak hanya dibiarkan menumpuk di atas tanah, tetapi juga dibakar begitu saja tanpa perlengkapan pengamanan khusus. Bekas bakar hitam pekat mengepul, disertai bau menyengat yang menusuk hidung hingga tercium ke area sekitar, bahkan ke jalan yang sering dilalui warga sekitar.
Kondisi ini tentu mengundang keprihatinan masyarakat. Beberapa warga sekitar mengaku mengaku terganggu dengan bau menyengat yang ditimbulkan dari pembakaran sampah tersebut. “Setiap kali lewat belakang rumah sakit, pasti tercium bau yang tidak enak sekali. Apalagi kalau ada anak kecil atau pasien dengan penyakit pernapasan, sangat berbahaya,” ungkap Rahmat, salah seorang warga sekitar.
Praktik pengelolaan limbah yang asal-asalan ini jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Aturan tersebut menegaskan bahwa limbah medis harus dimusnahkan melalui insinerator bersertifikat atau dikelola oleh pihak ketiga yang memiliki izin resmi. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga telah mengatur secara ketat tata cara penanganan limbah B3 agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan maupun risiko kesehatan bagi masyarakat.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Alih-alih dikelola sesuai ketentuan, limbah medis di RSUD Labuha justru dibiarkan menumpuk dan dibakar tanpa standar prosedural. Praktik seperti ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga menimbulkan risiko besar, mulai dari penyebaran penyakit infeksi, pencemaran udara, hingga kerusakan lingkungan sekitar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen RSUD Labuha belum memberikan klarifikasi resmi. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan singkat WhatsApp kepada Direktur RSUD Labuha, dr. Titin Andriani, tidak mendapatkan jawaban. Sikap bungkam ini semakin menimbulkan tanda tanya sekaligus kekecewaan masyarakat yang berharap adanya transparansi dan tanggung jawab.
Desakan kepada Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan agar segera turun tangan pun semakin menguat. Publik menilai, persoalan limbah medis tidak bisa dianggap sepele karena menyangkut keselamatan banyak orang. Beberapa aktivis lingkungan bahkan menyebut kasus ini sebagai “bom waktu” jika tidak segera ditangani.
“Kalau terus dibiarkan, dampaknya bisa sangat serius. Limbah medis tidak boleh ditangani sembarangan. Harus ada sistem yang jelas, apakah dimusnahkan dengan insinerator atau dikelola pihak ketiga. Kalau malah dibakar begitu saja, berarti rumah sakit telah abai terhadap keselamatan pasien dan masyarakat,” tegas Haramain Rusli, pegiat lingkungan asal Bacan sekaligus aktivis.
Redaksi: wan

.png)
.png)